Are You Still on Fire?!?
“Are you still on fire?!?!”
Teriak Tuti, seorang tutor bahasa Inggris di kampung Inggris, Pare, Kediri.
“Yes, we are. We are still on
fire. Fire, fire, fire.!!!” Jawab para santriwati dari Muhammadiyah Boarding
School, salah satu pesantren modern di Yogyakarta.
“Good, so let’s play game
together!” Sambung Rivena, rekan kerja Tuti.
“Bla,, bla,, bla,,bla,,” Mulailah
mereka bermain educative game didepan seseorang laki-laki dengan kamera perekam
besar yang biasa digunakan para kru dan staff statiun televisi.
“Ayo mbak, nyanyi lagi kayak
barusan.” Pinta laki-laki itu dengan keringat sedikit mengucur dan memutar-mutar
lampu flash yang ada di atas kamera.
Rivena terlihat bingung dan
gugup. Tuti terlihat biasa dengan senyum ramah, dan para santri terlihat sangat
senang dan menikmati semua permainan yang diberikan para tutor untuk mereka.
Dengan senang hati, semangat yang
tinggi dan suara yang lantang mereka menyanyikan lagu yang berjudul Banana. Dengan beberapa tarian dan gaya,
dengan percaya diri mereka tampilkan didepan kamera. Hemmm sangat menyenangkan. Batin Vava, Salah seorang santri
bertubuh kecil dan imut.
“Untung mereka punya lagu sendiri
ya.” Bisik Tuti kepada Nidya disebelah ujung tempat belajar mengajar.
Tak berapa lama, laki-laki itupun
menutup lensa dan melipat layar kamera. Belum sempat laki-laki tersebut
memasukkan kamera ke dalam mobil kelas UV, tiba-tiba Tuti berteriak.
“Are you still on fire?!?”
Spontan para santri menjawab
dengan suara yang sangat lantang. “Yes, we are, we are still on fire. Fire,
fire, fire!!!!”
Laki-laki itupun segera membuka
layar kameranya kembali dan merekam ekspresi tersebut yang sepertinya sangat
menarik baginya. Dan akhirnya, kameraman tersebut meninggalkan tempat mereka
belajar.
Tempat tersebut sangatlah
sederhana. Hanya berdinding bambu dan berlantai semen tanpa keramik. Beratapkan
jerami dan berhiaskan bambu coklat tua yang diplitur. Para santri biasa belajar
bahasa Inggris dengan tutornya disana.
“Miss, aku pengen di shoot lagi besok..!!” Teriak Zizi,
seorang santriwati yang cerewet dan usil.
Rivena dan Tuti hanya bisa
memamerkan senyum dan menganggukkan kepala mereka.
Keesokan harinya, ketika Rivena
sedang mengajar kelas speaking, laki-laki yang membawa kamera perekam besar itu
lagi.
“OMG,, I’m speechless.” Batin
Rivena yang sedang menulis beberapa ekspresi kalimat dalam bahasa Inggris di
papan tulis.
“Mbak, tolong yang meriah ya
ngajarnya, nanti saya ambil dari beberapa sudut.” Pinta laki-laki itu.
Akhirnya, dengan santainya Rivena
mengeluarkan jurus andalannya. Tongue
twister. Tongue twister adalah sebuah
frasa atau susunan kata yang mempunyai kesamaan bunyi yang sulit diucapkan
dalam tempo yang sangat cepat.
“Betty bought a bit of better
butter!” Ucap Rivena dengan lantang.
“What about down town brown grown
about your mouth now au!” Tambahnya.
Para santripun mengikutinya
dengan senang hati. Tak hanya tongue twister, beberapa nyanyian dan
permainanpun tak kalah untuk dilakukan.
“Makasih ya mbak, silahkan bisa
dilanjut lagi belajarnya.” Kata sang kameraman.
Tak berapa lama, permainan masih
berlanjut. Ada beberapa hukuman bagi santri yang melakukan kesalahan. Satu hukuman
yang sangat menarik adalah akapela.
Wow,, ternyata mereka lihai
bermain musik dengan suara mulut. Ajaib. Batin Rivena.
“Begitulah para santri MBS. Walaupun
semuanya putri, mereka bisa semua hal, termasuk akapela. Hebat kan?” Ujar
Atika, ustadzah yang menjaga para santri selama mereka belajar.
Semangat mereka belajar, bermain musik, menciptakan alat musik sendiri dan berjuang menjadi santri mandiri benar-benar On Fire.... Tak hanya di mulut saja mereka bergumam, tetapi juga dalam jiwa mereka telah tertanam semangat On Fire yang menggebu-gebu..
Semangat mereka belajar, bermain musik, menciptakan alat musik sendiri dan berjuang menjadi santri mandiri benar-benar On Fire.... Tak hanya di mulut saja mereka bergumam, tetapi juga dalam jiwa mereka telah tertanam semangat On Fire yang menggebu-gebu..
Comments
Post a Comment