Perawan yang masuk ke sarang penyamun
Episode 4
Meski banyak orang yang beranggapan seperti itu, aku tetap bersyukur dengan
apa yang ada dan terjadi pada diriku saat ini. Aku percaya semua rekan kerjaku
disini akan menjagaku dan menghormatiku. Sama seperti teman-teman organisasiku
dulu yang berambut gondrong dan berbadan bongsor. Mereka tetap menghormatiku
ketika aku menjadi satu-satunya partner perempuan yang bekerja bersama mereka.
Hari-hari ku lalui dengan canda tawa bersama rekan-rekan kerjaku disini.
Ada suka dan ada duka pastinya. Tapi hal itu tak pernah ku hiraukan lagi
semenjak kejadian yang membuatku galau melow. Terkadang rasa malas pun menempel
di semua benak rekan-rekan kerjaku.
Awalnya kami semangat 45 dalam bekerja memburu backlink, sampai kami rela
berangkat lebih pagi dan pulang lebih lama hanya karena sangat menikmati
pekerjaan baru kami. Tapi, ditengah perjalanan, rasa malas terasa menempel di
badan kami. Kami mulai jenuh dengan strategi yang kami lakukan untuk mencari
backlink. Semua cara sudah dilakukan dan kami stuck beberapa hari. Domain yang
tak aktif dan beberapa masalah membuat kami hanya sibuk membuka facebook,
twitter, youtube dan sosial media lain.
Pernah suatu ketika pak Anhar menceritakan tentang kisah Muhammad Al-Fatih,
sang pemimpin muda yang berhasil menaklukan Konstantinopel. Beliau mendapatkan
cerita ini waktu memutar Youtube yang isinya tentang ustad Felix yang sedang
menceritakan betapa hebatnya pemimpin Islam yang berusia 22 tahun itu. Kami
semua penasaran dan menontonnya bersama-sama, hemmm menambah semangat berjuang
nih. Batinku, entah yang lain.
Sejak saat itu aku mulai suka dengan ceramah dan motivasi yang diberikan
ustad mualaf itu. Semangatnya untuk mempelajari Islam membuatku cemburu. Kenapa
aku yang dari dulu lahir sebagai orang Islam tak peduli tentang agamaku
sendiri, sedangkan sekarang ini banyak ustad mualaf yang memberikan ceramah dan
motivasi hebat kepada umat Islam. Ditambah lagi Wisesa mengatakan kalau
buku-buku yang ditulis ustad Felix sangat tajam dan cetar membahana.
“Gara-gara dikasih buku #udah putusin aja, adikku bulan depan mau nikah
sama pacarnya. Padahal masih semester tiga. Semuanya sudah disiapin.” Jelas Wisesa.
Oh pantesan Wisesa pernah bilang kalau Februari dia mau nikah, undangan dan
catering sudah siap, tinggal pengantin perempuannya. Ternyata adiknya tho yang
mau menikah. Hebat ya orang tua Wisesa, merelakan anak perempuannya menikah
pada saat dia masih semester tiga. Padahal ayahnya adalah seorang Dokter hewan
dan ibunya adalah seorang wanita karir. Sedangkan calon pengantin pria-nya
adalah teman satu kampusnya sendriri.
“Aku jadi pengen beli bukunya. Ah besok hunting ah.” Ujarku girang tak
karuan.
“Jangan Ren, nanti kamu jadi pengen nikah kayak adikku lagi.” Kata Wisesa
mencegahku galau.
“Hahaha,, aku pengen beli pokoknya.”
Kataku memaksa dan bertekad untuk membelinya.
Benar saja tak berapa lama, aku membeli buku itu dan Arsyad pun tak
ketinggalan untuk meminjam dan membacanya.
“Gimana Ren? Kamu jadi pengen nikah ya seteleh membaca buku itu.?” Tanya Wisesa
penasaran dengan mimik wajah yang sangat antusias.
“Biasa aja lho, Cuma aku seneng kata-kata yang ada di buku itu, penuh
motivasi, tamparan, dan lucu.” Jelasku sambil tersenyum.
“Kok lucu, kamu tuh apa sih yang gak lucu.” Sahut Arsyad yang sedang memasukkan
buku karangan ustad Felix yang bersampul pink itu ke dalam tasnya.
Kami mulai menikmati kejenuhan demi kejenuhan walaupun sebenarnya semuanya
memang terasa menjenuhkan. Perlahan, kami mulai berangkat lebih siang dan
pulang lebih awal beberapa hari. Tak berapa lama, ada cara baru lagi yang
membuat kami semangat, menulis 300 artikel di situs yang dikelola pak Anhar.
Kami mampu bersemangat dalam waktu dua hari, karena hanya dua hari saja kami
mampu menulis 300 artikel, bukan menulis sih, tepatnya copy paste, hehe,, tapi kami cantumkan sumber dan mengedit beberapa
kalimat agar tak terkesan plagiat murni.
Karena kami cukup lama bekerja sama dalam tim ini, beberapa dari mereka pun
mulai mengerjaiku dengan beberapa ejekan dan foto. Hemmm sebenarnya hal itu
biasa buatku, tapi aku mulai mendiamkan mereka agar mereka tidak keterlaluan
dalam mengerjaiku. Terkadang, ketika aku sedang berbincang dengan Arsyad atau Ahmad,
Akhi dan Wisesa datang dan memoto kami berdua, kemudian di edit dan di share di
facebook. Untung facebook yang aku pakai bukan facebook asliku mengingat aku
harus berhati-hati dengan orang yang ahli IT.
Suatu saat, aku juga mengerjai mereka dengan foto yang aku edit sendiri dan
aku share di facebook, tak disangka mereka membalasku dengan lebih kejam.
Mereka mengambil foto yang ada di netbookku dan mengeditnya menjadi sangat aneh
dan nyleneh. Hemmm sudahlah, aku tak akan bermain-main lagi dengan mereka,
sepertinya diam menjadi pilihan utamaku.
Sebenarnya, semua staff disini masih sangat bersemangat dalam bekerja, Cuma
karena beberapa masalah yang menghambat, semuanya jadi stuck dan berfikir apalagi yang harus dilakukan. Ada satu
sebenarnya yang membuat semuanya bisa bersemangat, adanya koordinasi bersama
banyak dosen untuk meningkatkan situs dan file-file yang ada. Kami bersedia
meng-upload semua file jika para dosen sibuk dengan kegiatannya.
“Sepertinya hal itu perlu disampaikan dalam rapat besok deh.” Saranku
sembari mendengarkan cerama ustadz Yusuf Mansur di Youtube.
“Iya, kalo kita Cuma bisa kayak gini terus, ya sama aja, hasilnya minim.”
Tambah Ahmad yang duduk berhadapan disebelah kananku.
Kami semua mengatur ulang tempat duduk dan tatanan ruangan ini. Semua meja
diatur berhadap-hadapan dua-dua. Karena diruangan ini hanya ada enam orang
dengan delapan meja dan perangkat komputer, akhirnya aku bisa memilih duduk
sendiri tanpa ada siapapun disebelah kanan dan kiriku. Ahmad memilih duduk
berdampingan dengan Wisesa berseberangan dengan meja yang aku pakai, dan Arsyad
memilih duduk bersampingan dengan Akhi, tepat dibelakangku. Pak Anhar juga
memilih sendiri berhadapan dengan Akhi.
“Iya gitu aja, Btw mbak Rena buka Youtube terus habisin kuota lho, tak
bilangin pak Eko lho.” Ujar Akhi yang masih semester akhir. Diantara kami, dia
yang paling bontot walaupun badannya besar.
“Emang pake kuota pho?” Tanyaku tak percaya. Paling mereka mulai
mengerjaiku lagi.
“Iya beneran, dibilangin gak percaya, nanti kalo mbak Rena muter Youtube,
semuanya jadi lola, alias loadingnya lama.” Tambahnya dengan dialek khas
Maduranya.
Aku tetap tak percaya, jadi aku tetap memutar Youtube dengan ceramah ustad
Yusuf Mansur, Felix Siauw dan Aa’ Gym. Maklum, sedang mencoba memperbaiki diri.
Rasanya serba salah, aku muter Youtube salah, ngerjain mereka salah,
bercanda sama mereka salah, ya sudah aku benar-benar menjadi seorang yang
pendiam. Benar saja, ketika beberapa hari aku diam, mereka tak pernah
mengerjaiku lagi, mungkin mereka juga merasa bersalah. Tapi aku senang dengan
diam. Semuanya aman dan tenteram, walaupun terkadang rekan yang lain masih
menjodoh-jodohkanku dengan Arsyad.
“Kamu beneran gak mau pacaran pho Ren?” Tanya Ahmad setengah memergoki.
“Lha buat apa pacaran kalo Cuma buat main-main sama ngasih harapan palsu.”
Jawabku singkat yang sedang sibuk menulis artikel di blog pribadiku.
“Lha kan penjajakan dulu, masak baru kenal langsung mau nikah, ya gak
mungkin dong.” Ujar Ahmad yang tak henti-hentinya menyarankanku untuk mencari
pacar.
“Hemmm tapi aku gak mau ngasih harapan palsu ke keluargaku, makanya aku gak
mau pacaran. Pacaran sama aja kayak ngasih harapan palsu ke orang tuaku.”
Jawabku singkat, padat, tanpa harus berbelit-belit.
“Wesss,, berat nih kayaknya. Mantab brooo.” Kata Ahmad kaget, semuanya juga tak kalah
kaget. Termasuk Wisesa yang sedang Asyik mendengarkan musik lewat headphone yang menempel ditelinganya.
“Haduh, udahlah susah susah.” Kata Wisesa.
“Eh loe gak usah komentar sama ngomong apa-apa deh, ntar Rena ngambek lagi
kalo loe mulai ngomong.” Kata Ahmad yang langsung menasehati Wisesa.
“Kamu gak kasihan sama Arsyad pho Ren kalo dia langsung menikahi kamu?”
Kata Ahmad masih tetap menginterogasi.
“Apaan sih, udahlah, aku tuh gak nyari suami, pacar dan sebagainya. Saat
ini aku nyari bapak buat anak-anakku kelak.” Sepertinya jawabanku selalu
membuat mereka galau.
“Gubrak,, wahh, parah nih, nyerah deh gue.” Kata Ahmad, semuanya ikut
berkomentar.
Aku tetap serius dengan artikel-artikelku yang aku post di beberapa blog
yang aku kelola.
“Jadi bayangin kalo aku punya istri
nih. Pasti pagi-pagi dia bakalan bilang. Papa, kopinya sudah siap.” Kata Wisesa
dengan gaya bahasa manja.
Semuanya tertawa termasuk aku. Sepertinya mereka sudah mulai aneh karena
kebanyakan backlink.
“Papa, papa, sini deh, mama buatin teh ya.” Tambah Wisesa yang mulai
menggila.
“Wah aku gak konsen nih, aku masih kuliah, skripsiku belum selesai.” Teriak
Akhi.
“Ma, papa capek nih, pijitin dong ma.” Tambah Ahmad yang ikut-ikutan
menggila.
Arsyad hanya tertawa dengan kacamata yang setia menempel didepan matanya
dan tangan yang setia berada diatas keyboard. Termasuk aku, aku tak tahu lagi
harus berkomentar apa. Semuanya kacau, mungkin karena mereka jenuh, jadi mereka
memang harus menciptakan suasana baru biar cair.
to be continued.....
cie.. siapa itu Arsyad? kog ra tau cerito??? (-_-)
ReplyDeleteHeeee,, iku mung guyon yo,, :-P
ReplyDeletesesuk nek muleh tak cerito akueeeehhh,, ^_^