D’ season

Di awal masa OSPEK kami, kami disuruh menyanyikan sebuah yel yel kami yang terinspirasi
oleh lagunya ST 12. Aku kira semua akan bersemangat walaupun semua anggota
kelompok kami perempuan. Kebetulan aku sebagai ketua kelompok yang
mengkoordinir mereka. Mungkin untuk mengkoordinir dan sebagainya aku masih
mampu, tapi kalau urusan nyanyi-menyanyi, aku lebih baik menyanyi dalam hati
dari pada harus menyanyi di depan umum. Aku menyuruh semua teman-teman untuk
menyanyikan yel-yel dengan suara lantang, termasuk aku memaksa diriku sendiri.
Setelah kelompok kami disuruh maju dan menyanyikan yel-yel, entah kenapa, semua
suara kami seperti paduan suara yang terdengar dari gua. Sangaaaaat pelan
sampai-sampai kelompok lain mulai mengangguk-anggukkan kepalanya karena menahan kantuk.
Semua kelompok memandang kami satu persatu. Memang tak ada laki-laki yang
menyelip di kelompok kami, dan semuanya terlihat seperti Marsyanda di film
Bidadari. Lembut dan kalem semuanya dengan senyum malu-malu walaupun ada satu
dua yang terlihat cerewet seperti Shancai dan Ratih. Mereka berdua terlihat
klop kemana-mana. Suara mereka juga lantang, terlebih suara ratih yang
terdengar mirip suara Shoimah.


“Eh, ini hape siapa? Pasti mas yang brewokan itu ya?” Tanya Via kepadaku.
“Iya, aku disuruh motoin kalian.” Kataku tanpa wajah tak berdosa.
“Hee,, dihapus aja, dihapus, aku gak mau, mas-nya itu ngeri tau, dia suka
misscall-in aku. Trus matanya suka jelalatan gitu deh.” Jelas Via terlihat
cemas sambil sesekali membenarkan kacamatanya.
“Oh gitu ya, iya ah aku hapus semua aja.” Balasku yang mulai merasakan hal
yang tak enak.
“Gimana dek fotonya?” Tanya Bambang yang saat itu ingin mengambil hapenya
dan melihat fotonya.
“Udah tak hapus kak, soalnya disuruh temen. Hehe...” Jawabku pura-pura
polos. Maklum wajah sepertiku tak ada bedanya saat pura-pura polos maupun
tidak.
“Aduhhh,, kok dihapus sih, sana di foto lagi.” Katanya kesal dengan wajah
kecewa.
“Enggak mau ah, nanti aku dimarahi temen-temen.” Kataku cuek dan langsung
pergi.
Tak berapa lama setelah masa OSPEK, ada sebuah nomer baru yang selalu
mengusikku lewat hape.
“Assalamu’alaikum, ini siapa sih?” Tanyaku kesal.
“Ini Bambang, yang dulu jadi pendamping kelompok Bunga Mawar, sebelah
kelompokmu.” Jawab Bambang.
“Eh kalian ditelpon Bambang ga?” Tanyaku kepada teman-teman satu kelasku.
“Bambang yang mana Ris, yang brewokan itu ya?” Jawab Afni, salah satu
anggota D’ Season.
Aku mengangguk berkali-kali dan Afni pun menceritakan bahwa dirinya juga
sering diganggu oleh makhluk halus, eh maksudku Bambang.
“Dikerjain balik aja Ni.” Kata Shancai dengan ide cemerlangnya.
Bambang memang tak pernah absen untuk menelpon beberapa perempuan dalam
sehari. Bahkan pernah juga dia memberikan sebuah buku kepada seorang mahasiswi
yang seangkatan denganku. Beratus-ratus perempuan sudah menjadi korbannya.
Keesokan paginya, beberapa temanku mulai penasaran dan tak sabar ingin
mengerjai balik yang namanya Bambang. Benar saja, Angie, Nasti, dan Afni
berkumpul di kost Shanchai yang dekat dengan kampus. Mereka berkumpul dan menunggu
telpon dari Bambang. Tak berapa lama, nomer Bambang muncul di layar hape Afni.
“Halllo, iki sapa yak? Ngapa ko?” Jawab Shanchai dengan logat ngapaknya.
“Dek lagi ngapain ya?” Tanya Bambang mulai bingung.
“Eh apa yak?? Aduh aku mules kie?” Jawab Shanchai nyeleneh, yang lain mulai
menahan tawa.
“Kamu gak papa kan?” Tanya Bambang semakin bingung. Mungkin setelah ini,
brewoknya langsung rontok semua.
“Eekkk,, aduhh,, muless,, ugghhh,, aku lagi b*k*r nih,,ekkk.” Jawab
Shanchai yang mulai kesurupan makhluk usil.
Akhirnya telpon pun di tutup Bambang. Kebayang brewoknya yang tiba-tiba
rontok.
Semua mulai tertawa terbahak-bahak, termasuk Angie yang sekilas terlihat
seperti putri Solo yang ternyata jelmaan Fitrop. Dari situlah awal kisah
berdirinya D’ Season. Mereka berempat jadi sering kemana-mana bersama, bermain
bersama, makan bersama, tidur bersama, mandi pun bersama.#lebay

Tak berapa lama, ada acara makrab yang diadakan salah satu organisasi di
kampus kami. Aku dan D’ Season tak mau ketinggalan untuk mengikuti acara yang
menyenangkan tersebut. Kami pun berangkat bersama menggunakan bus yang ber-AC
(Angin cepoi-cepoi) sampai di tempat tujuan. Waduk Sermo. Sesampainya disana,
kami sempat berfoto ria sebelum kami menghabiskan tenaga kami untuk outbond dan
acara api unggun.

Di pagi harinya, ketika aku terbangun saat matahari mulai menyingsing,
beberapa teman-teman yang berkumpul bertanya-tanya.

“Kayaknya alarm deh, lagunya Ular berbisa yang dinyanyiin Hello.” Jawab
Afni yang masih sibuk membereskan isi tasnya.
Aku mulai berfikir sejenak. Aku sering memasang alarm jam 2, 3, dan 4 dini
hari. Dan biasanya aku akan terbangun sekitar jam 3, tapi hari itu, aku merasa
tak ada alarm berbunyi, padahal hape sudah aku letakkan dibawah telingaku.
“Hello ya?? Ular berbisa?? Berarti itu alarm di hapeku. Hehe...” Tanyaku
memastikan sembari memamerkan senyum garingku.
Teman-teman yang lain mulai melihatkan wajah skeptis dan sinisnya kepadaku.
Aku benar-benar tak sadarkan diri ketika alarmku berbunyi keras dan semua teman
disini terbangun gara-gara alarm yang aku taruh tepat dibawah telingaku.
Setelah itu, kami mengantri panjang sekali untuk mandi, hemmm ada yang tak
ingin aku ingat saat itu karena hal yang memalukan*
Colek @AniYunita
Kemudian, kami berolahraga bersama dan meneruskan acara outbond yang sangat
menyenangkan dan melelahkan. Setelah acara selesai, kami bersiap-siap untuk
kembali ke kampus. Ketika menunggu bus jemputan datang, salah satu anggota D’
Season yang merupakan jelmaan Fitrop merasakan hal yang aneh.
“Aduh perutku mules.” Katanya sembari memegang perutnya yang terlihat
melillit.
“Aku juga, gimana nih, mau ke toilet takut ketinggalan bis.” Kata Afni yang
juga mulai memegang perutnya.
Dalam mitos orang Jawa, biasanya batu bisa meredakan dan menunda panggilan
alam. Jadi ketika suasana genting seperti itu yang paling penting adalah mencari
batu dan menggenggamnya agar panggilan alam itu tak segera keluar. Merekapun akhirnya
mencari batu kecil dan segera menggenggamnya.
Ketika di dalam bus, kami semua duduk di paling belakang dan bercanda tawa
bersama. Ternyata beberapa kakak angkatan juga ikut nimbrung dan ikut tebar
pesona.
“Lho, kalian kok pada bawa batu sih” Tanya mas Agus, mahasiswa semester
lima dengan kepala agak gundul dan badan tinggi mirip Ronaldo.
Kami semua hanya bisa memamerkan senyum polos kami tanpa menjawab sepatah
kata pun. Kami berharap tak ada orang yang tahu jika salah dua dari kami
tadinya menahan hajat.
“Ohh,,, aku tahu, kalian orang Jawa bukan? Pasti....” Tebak Hisyam, teman
mas Agus yang berperawakan kurus.

“Hahaha... pasti kalian tadi menahan sesuatu ya??” Tanyanya dengan
menyipitkan matanya dan benar-benar mencurigai kami.
Kami hanya tertawa. Hujan yang datang mengguyur membuat kaca di bus yang
kami tumpangi menguap. Kami bermain kaca dan menuliskan hal-hal lucu di kaca
bus yang berembun tadi. Suasana itu benar-benar suasana yang kurindukan. Tak disangka,
sudah 5 tahun silam suasana itu terjadi, tetapi masih saja kenangan itu melekat
erat di benakku. ^_^
Comments
Post a Comment