Kejutan Kecil dari Mereka ^_^

Mengajar adalah kegiatan yang paling aku sukai. Tanpa mengajar, rasanya hidupku terasa hampa dan kurang bermanfaat. Eits, kali ini aku gak lebay lho :p. Dan siapa sangka, ketika aku melepas jabatan mengajarku di kota Sejuta Bunga dan memutuskan untuk tinggal bersama suami di sebuah kabupaten Handayani, aku langsung diberikan amanah oleh Sang Pencipta untuk menjaga dan merawat amanah itu. 

Sebulan lebih aku tinggal bersamanya di kabupaten yang kaya dan terkenal akan pantai-pantainya yang sangat indah. Suamiku beberapa hari lagi juga akan keluar kota selama kurang lebih sepuluh hari. Sangat menghawatirkan untuk aku sendiri tinggal sebatang kara yang sedang angkatan satu bulan untuk ditinggal suami merantau. Oleh sebab itu, suami mencoba menitipkanku di rumah orang tuaku agar aku lebih terjaga dan terpantau. Maklum saja, waktu itu kondisiku sedang lemah dan nafsu makanku turun drastis. 

Setelah tiba di kota asalku, dimana orang tuaku tinggal dan dimana aku dilahirkan, orang tuaku sempat kaget melihat kondisiku yang lemah dan sedikit kurus. Maka dari itu, agar orang tua lega dan tak khawatir, aku harus berjauhan sebentar dengan suami dan tinggal sementara waktu dengan orang tuaku di kota yang sangat asri ini. Dan tak terasa, empat bulan sudah aku tak bekerja dan mengajar. Aku merasa hidupku benar-benar hampa. Aku hanya bisa tidur-tiduran dan sedikit malas-malasan, mengingat kondisiku juga masih belum stabil.

Tak berapa lama, ada seseorang yang tak asing bagiku dan bagi keluargaku. Dia adalah guru, pengurus, sekaligus pernah menjabat sebagai kepala sekolah di suatu sekolah dasar dimana dulu aku pernah belajar disana. Tak disangka, Sang Pencipta memberikan rejekinya lewat siapa saja. Aku pun diminta untuk mengajar disana tanpa aku harus capek-capek mendaftar.

“Yang penting ngumpulin fotokopi ijazah aja.” Kata ibuku menjelaskan. Maklum saja, aku tak tahu apa-apa. Hanya tahu kabar jika aku dibutuhkan sebagai pengajar bahasa Inggris di sekolah yang berlantai tiga itu.

Beberapa hari kemudian, aku pun diantar orang tuaku mengumpulkan fotokopi ijazah tersebut ke sekolah. Sebenarnya, kondisiku saat itu belum begitu baik. Jalan saja masih sempoyongan dan serasa mau pingsan, tapi aku mencoba menguatkan diriku untuk selalu kuat.

Benar saja, seminggu kemudian aku dipanggil ke sekolah untuk konfirmasi. Dan sehari setelah itu aku sudah bisa mengajar 7 kelas dalam seminggu.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” Penggalan ayat suci itu tak pernah ku lupa.

Bayangkan saja, tak ada pikiran dariku untuk bisa mengajar dengan cara semudah itu. Diluar sana, banyak sekali yang mendaftar dan ingin mengajar tapi tertolak. Sedangkan aku sendiri, tanpa harus mendaftar dan mencari, Allah memberikan jalan untukku agar aku bisa semangat menjalani kehidupanku yang akan berjauhan sebentar dengan suami.

Aku pun mulai mengajar pada hari Rabu, jadwal mengajarku untuk kelas 3 Kiayi Dasuki dan kelas 3 Hj. Zuhriyah. Melihat wajah siswa-siswi disana yang riang dan lucu membuatku senang bukan main. Walaupun memang mereka terkesan ramai, ribut, cerewet, usil, dan lain sebagainya, aku sangat menikmati hari-hari mengajarku disekolah almamaterku.

Hari Senin, aku mengajar kelas 6 dan kelas 5. Hari dimana terasa damai untuk mengajar, mengingat mereka berada di tingkatan kelas atas, jadi siswa-siswinya agak diam dan dapat dikondisikan. Apalagi untuk kelas 5, damai sekali rasanya mengajar disana. Semuanya aktif bertanya, mendengarkan, dan mengikuti petunjuk dan penjelasan yang aku sampaikan. Yah, walaupun terkadang ada satu atau dua anak yang memang kurang bisa dikendalikan. Dan aku memaklumi itu, hampir semua sekolah pasti mengalami seperti itu. ^_^

Hari Selasa, cukup tenaga dan suara ekstra untuk dapat mengajar di hari itu. Bagaimana tidak? Aku harus mengajar kelas 2 Bisri Syamsuri dan 2 Wahid Hasyim serta kelas 4 yang siswa-siswinya super dan hiper aktif. Kelas 2 mana yang siswa-siswinya gak lari-larian? Kelas 2 mana yang siswa-siswinya gak nangis, gak teriak-teriak, dan gampang buat diarahkan. Aku yakin hampir semua sekolah di Indonesia mempunyai siswa-siswi kelas dua yang masih suka berlari kesana-kemari di dalam kelas, teriak-teriak, tarik-tarikan, cubit-cubitan, nangis, dan lain sebagainya.

Belum lagi aku juga harus masuk ke kelas 4 yang siswanya juga sangat aktif. kendala waktu yang terlalu singkat untuk mengajar membuat aku sulit untuk menerangkan dan menyelesaikan materi. Aku hanya bisa menulis materi di papan tulis dan menjelaskan sebentar, sangat sebentar. Kendala mengajar yang belum bisa aku selesaikan sampai sekarang.

Dibalik itu, banyak sekali keajaiban dan kejutan kecil yang membuatku tersenyum geli dalam mengabdi di sekolah sederhana itu. Walaupun siswa-siswinya terkesan ramai, tak memperhatikan, dan lain sebagainya, mereka sering memberiku kejutan kecil seperti coklat, puding, makanan, tissue, dan lain sebagainya yang membuatku tak bisa menyembunyikan senyum kebahagiaan dan senyum syukurku dalam mengajar mereka.

Sebagian mereka malah kadang bermanja-manjaan ketika melihatku sedang duduk di bangku panjang diluar kelas. Mereka bercengkerama denganku dan menawariku makanan ringan yang mereka beli. Mereka juga selalu bersalaman dan mencium tanganku dimanapun mereka melihatku.

“Salaman riyen bu, men berkah.” Kata siswa-siswi kelas 6 setiap berpapasan denganku.

“Heh, jangan berisik, bu Winda masih punya adek di perut.” Kata salah satu siswi kelas tiga ketika aku mengajar.

“Hah, bu Winda udah mau punya adek?”

“Bu Winda udah nikah?”

“Bu Winda aku kira masih kuliah.”

“Kok ibu gak pernah bilang kalo udah nikah? Aku kecewa.”

“Siapa nama suaminya ibu?”

“Suaminya ibu tinggal dimana?”

Celotehan anak-anak yang terkadang membuatku geli. Mereka selalu menanyakan hal itu dimanapun aku berada, tak terkecuali didalam kelas.

Yang terkadang membuatku geli lagi ketika beberapa siswa-siswi menjemputku di ruang guru dan mencoba membawakan buku dan alat mengajar lain ke kelas.

“Aku bawa LKS ya bu.”

“Aku mau bawain kotak pensilnya bu Winda.”

“Aku juga mau bawain bu, aku bawa apa ya?”

“Aku mau jagain bu Winda aja sama adek di perut.”

“Eh perutnya ada adeknya ya bu?”

“Eh kok adeknya gerak bu barusan?”

“Bu, aku boleh pegang perutnya gak?”

Benar-benar celotehan mereka yang lucu. Kejutan-kejutan kecil dari merekalah yang membuatku semangat menjalani hidupku disaat aku harus jauh dengan seseorang yang aku sayangi.    

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

I'm proud of my students ^_^

Are You Still on Fire?!?