Caraku Mengajar 4 Ninja Kecil



Di tahun politik ini, banyak orang yang mungkin pusing memikirkan siapa yang akan menjadi presiden dan wakilnya. Tapi bagiku, di tahun ini, yang membuatku pusing adalah bagaimana cara mengatur dan mengajar empat ninja kecil yang super aktif. 

Bagaimana tidak? Setiap kali mengajar, mereka selalu berlari kesana kemari, tak jarang mereka keluar bimbel dan berteriak-teriak. Semua tutor di bimbel yang aku kelola menyerah dan tak mau menggantikan bahkan membantuku untuk mengajar bocah-bocah super tersebut. 

It’s okay, aku coba beberapa hal yang mungkin bisa meredakan keaktifan mereka. Fian, ninja kecil yang paling pintar tapi juga paling usil, dia selalu berlari-lari kesana-kemari, kegemarannya adalah mengerjakan matematika dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Tapi sayangnya, jika salah satu temannya tak bisa diam, dia jadi ikut-ikutan ramai dan terkesan tak menggubris pertanyaan dan soal matematika yang ditulis di papan tulis ataupun disampaikan.

Abid, ninja kecil yang suka sekali bercerita kesana kemari walaupun ceritanya ternyata kadang palsu. Untuk soal membaca dan pelajaran sosial mungkin tak ada masalah, tapi untuk soal matematika dan jenis perhitungan lain, dia cukup lemah. Tak jarang dia menolak mengerjakan beberapa soal hanya karena dia tak bisa menghitung. Aku sering paksa dia dan menemaninya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Menurutku, walaupun dia sering mengejek temannya dan menyombongkan diri, dia adalah ninja yang paling lucu dan menggelikan. Tak jarang dia memamerkan gaya fashion show yang membuat aku dan teman lain tertawa melihat pant*tnya bergoyang kekanan dan ke kiri.  Terkadang juga dia memamerkan karya tarian jathilan yang dia banggakan. Lebih lucu lagi terkadang dia memperagakan seseorang yang sedang syok atau kejang-kejang. Aku heran, dapat ide dan gambaran dari mana mereka bisa bertingkah laku seperti itu.

Satrio, ninja terkecil yang sukanya teriak-teriak, berkelahi, dan lompat kesana-kesini. Tak jarang dia memanjat teralis jendela dan tiang baliho yang ada di depan bimbel. Sering juga dia membentak beberapa tutor dan cara dia mencari perhatian kurang tepat. Aku hanya bisa menanggapi dan memperingatkan agar dia berbicara lebih lembut, lebih pelan, dan lebih sopan. Tak cukup sekali memperingatkannya untuk lebih sopan, melainkan berkali-kali. Aku tak peduli jika orang berfikiran aku ini cerewet atau tidak, yang penting mereka mempunyai perubahan attitude yang lebih baik.

Faris, walaupun terkesan pendiam dan pemalu, dia andalah ninja yang unik dan tak bisa ditebak. Dia memang baru bergabung di bimbel ini, dan dia mempunyai suara yang sangat mahal. Untuk soal matematika, dia cukup bisa menangkap materi. Begitu pun soal bahasa ataupun pengetahuan alam. Tapi, dia sangat lemah di bahasa Inggris, tak hanya Faris, semua ninja kecil sangat lemah dan tak mempunyai motivasi dalam belajar bahasa Inggris. Entah kenapa, yang jelas bahasa Inggris tak aku gunakan maksimal kepada mereka.

Ngomong-ngomong soal bahasa Inggris, motivasi yang aku berikan untuk mereka sudah maksimal walaupun belum ada embel-embel “sangat”. Aku selalu menyuruh semua ninja untuk membuka dan menutup pelajaran menggunakan bahasa Inggris. Tak jarang aku menggambar di papan tulis dan memberitahukan tentang beberapa kosa kata bahasa Inggris yang sekiranya mudah diingat. Selain itu, aku juga mengajarkan beberapa gerakan dan nyanyian bahasa Inggris. Hasilnya, mereka tetap tak mau belajar bahasa Inggris. Well, yang penting mereka sudah mau membuka dan menutup pelajaran menggunakan bahasa Inggris.

Sedangkan beberapa cara yang aku lakukan untuk membuat mereka sedikit tenang adalah memberikan sebuah kertas bergambar dan menyuruh mereka mewarnai, terkadang aku memberikan beberapa permainan seperti mencari barang dan mencari kata. Pernah sekali aku menceritakan tentang keadaan Syurga dan Neraka. Menceritakan tentang kisah para nabi, menceritakan sejarah Islam, dan sebagainya. Sempat mereka tenang sesaat saat aku menceritakan tentang semua itu setelah aku cukup kesal karena seharian mereka hanya menyanyi lagu yang seharusnya tak pantas mereka nyanyikan.

“Heh, kalian tuh besok di alam kubur gak bakal ditanya tentang lagu apa yang udah kalian hafal, tapi ditanya siapa Tuhanmu, Nabimu, Agamamu, Kitabmu?” Kataku kesal.

Mereka mulai terdiam melihat wajahku yang tadinya terkesan ramah berubah menjadi setengah singa.

“Makanya kalian kalo gak suka ngaji malah sukanya nyanyi nanti kalian gak bisa jawab pertanyaan malaikat Mungkar dan Nakir gimana? Kalian mau dicubit malaikat?” Kataku masih kesal.

Fian dan Tyo mulai duduk dibangku, sedangkan Abid masih santai berlari kesana kemari.

Melihat dua ninja kecil yang sudah mulai tenang, aku lemparkan beberapa pertanyaan mengenai Nabi dan Rasul. Mereka mulai aktif menjawab, dan aku pun mulai bercerita tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul. Abid yang tadinya masih berlari kesana-kemari pun mulai duduk mendengarkan ceritaku walaupun terkadang mereka menanggapinya dengan pertanyaan lucu. Aku pikir bercerita tentang kisah Islam cukup membuat mereka diam dan sedikit merubah tingkah laku mereka agar lebih sopan.

Keesokan harinya, mereka mulai masuk dan rekan kerjaku mulai lepas tangan mengajar mereka. Mereka berlari keluar bimbel dan berteriak-teriak sampai rekan kerjaku harus menggendong mereka satu per satu. Saat itu aku kebagian mengajar kelas lain, jadi aku sedikit tak menghiraukan apa yang terjadi saat itu.

“Mbak, pokoknya aku udah nggak mau ngajar Fian Cs. Capek, mereka bandel-bandel e.” Kata rekan kerjaku yang sontak membuatku bingung memikirkan solusi.

Aku jadi sadar, memikirkan solusi satu masalah di bimbel aja pusing, bagaimana memikirkan negara ini yang punya banyak bimbel, banyak masyarakat, dan banyak masalah. Pantas lah rakyat Indonesia, dari yang kecil seperti aku sampai yang besar seperti pak presiden pusing mikirin negara. Ah, tapi untuk saat ini, aku sedang tak ingin memikirkan itu. Aku berusaha mencari cara lain agar Fian Cs bisa menjadi lebih baik dalam hal attitude dan akademik.

Karena semua tutor sudah menyerah, aku coba cara lain untuk membuat mereka mau sedikit berkonsentrasi. Aku bawa mereka keluar bimbel dan mengajak mereka berjalan-jalan sembari mengenal beberapa tumbuh-tumbuhan beserta fungsi dan manfaatnya. Satrio, yang masih lemah dalam hal tulis menulis memang cukup keteteran dan sedikit banyak termotivasi untuk terus belajar menulis. Di perjalanan, beberapa anak kecil yang tinggal di dekat bimbel mendekat dan melihat kami sedang menulis dan berjalan-jalan. Mereka pun mengikuti langkah kami dan berjalan kembali sampai di bimbel. Setelah cukup lama berada diluar, mereka aku suruh untuk lebih banyak mengenal kosa kata lewat permainan ABC menggunakan jari. Anak-anak lain di luar bimbel pun ikut bergabung. Aku hanya tersenyum tanda meng-iya-kan.

Setelah cukup lama, beberapa anak kecil dibawah umur juga ikut bergabung. Hingga ada dua orang tua yang menyusul dan menemani anak-anak mereka yang berada di bawah umur. Aku tak bisa berkata apa-apa, yang jelas, mereka jangan sampai mengganggu beberapa kelompok les yang ada di dalam bimbel. Karena berada di luar dengan materi yang sudah habis, aku hanya bisa mengajar mereka latihan baris berbaris. Semuanya mengikuti perintah dan gerakanku, termasuk yang dibawah umur. Serasa tempat penitipan anak aku pikir. Tapi tak apalah, semakin banyak yang ikut semakin aku termotivasi untuk mengajar mereka. ^_^

Semuanya ku coba untuk bisa mensyukuri apapun yang terjadi. Aku bersyukur bisa bertemu ninja-ninja kecil di tempat ini, aku juga bersyukur bisa bertemu dengan banyak teman dan rekan kerja yang tak kalah unik dan lucu yang bisa membuatku tersenyum dan bahkan tertawa.

Comments

Popular posts from this blog

I'm proud of my students ^_^

Are You Still on Fire?!?