Gara-gara Tokek

Pagi itu, aku tiba disebuah kamar seorang yang tadinya bujangan. Aku melihat banyak sekali tumpukan barang-barang tak tertata rapi. Ada sajadah yang masih tergelar dengan sarung terlipat diatasnya. Ada sebuah Al-Qur’an yang tak asing berwarna pink tergeletak diatas kasur ukuran double. Ada juga tumpukan bermacam barang di satu keranjang besar. Tak lepas dari pandanganku, sebuah lemari kecil berpintu kaca terbuka dengan baju-baju bekas laundry tak tertata rapi masih dengan plastik-plastik bungkusan yang sobek .

“Maaf ya, kamar bujang sih dulunya sebelum mas tinggal.” Kata seseorang laki-laki yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.

Aku Cuma terdiam sembari melihat setiap sudut ruangan ini. Dia pun mulai membereskan barang-barang yang berserakan di lantai. Aku membantunya membereskan beberapa barang-barang yang sekiranya cukup mengganggu langkahku. Segera aku duduk diatas dipan setelah menyingkirkan sebuah 
Kitab Suci berwarna pink itu diatas lemari.

“Udah, istirahat dulu aja, gak usah diberesin tuh barang-barang. Habis ini mas mau liputan, nanti kalo jam 9 belum bangun, tolong mas dibangunin ya.” Katanya langsung merebahkan badannya ke atas kasur busa tanpa alas sprei dan sebagainya.

Aku tahu dia sangat lelah setelah beberapa hari harus bolak-balik Wonosari-Wonosobo. Aku biarkan dia tertidur pulas diatas kasur berwarna biru itu dan ku mulai membereskan barang-barang yang berceceran satu persatu.

Jam sembilan sudah, sebelum aku bangunkan, dia sudah membuka matanya. Dia mulai angkat badan idealnya dan mencoba menarik tangan dan kakinya untuk meregangkan otot-otot yang kaku. Dia pun mulai bersiap-siap untuk liputan dan membuat berita di gedung pemkot. Setelah ditinggal sendiri disebuah bangunan mini dengan segala barang berceceran, aku pun segera melanjutkan untuk membereskan semuanya, termasuk membereskan satu keranjang besar dengan beberapa tumpukan buku dan kertas bahkan dokumen-dokumen penting.

“Hiiiiihhhh....!!!!” Teriakku geli bercampur kaget.

Setelah mengangkat sebuah tempat tisu terbuat dari kayu yang terlihat sangat elegan dan klasik di dalam keranjang tersebut, aku melihat sesosok makhluk berekor dengan mata besar melotot dan dengan kulit berbintik, Tokek.

Mau nangis rasanya melihat hewan yang sok imut itu berada tepat di depan mataku. Aku mundur selangkah untuk mencoba menghindar. Tak berapa lama, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Makhluk melata yang biasa menempel di dinding itu tak bergerak dan berkedip sedikitpun. Ku amati seksama makhluk itu, aneh memang.

“haduh,,, boneka tho.” Batinku sembari mengelus dada dan melepaskan nafas panjang.

Dengan santainya ku angkat boneka tokek itu dengan dua jari tangan kananku. Sebelum terangkat, tanganku sudah menolak dan melepaskan jempol dan jari telunjukku untuk mengangkatnya.

“Hiiihhhhh,,, kok kayak beneran sih? Ihhh gelii,, hiks... hiks.... gak mau lihat sama pegang tuh boneka.” Batinku menolak dengan rasa putus asa untuk melanjutkan membereskan barang-barang.

Cukup lama berfikir, aku pun memberanikan diri untuk mengangkat kembali boneka itu kilat dan aku lempar ke tanah dengan bulu kuduk yang mulai berdiri. Ku tutup dan ku tindih boneka tersebut dengan beberapa tumpukan kertas agar aku tak melihat hewan palsu yang membuatku trauma dan geli.

Huft,, akhirnya selesai juga semuanya. Tinggal satu barang yang membuatku malas untuk menyimpan dan membereskannya, tokek-tokekan. Karena tak tahu lagi harus bagaimana, akhirnya aku cincing lagi boneka tokek yang agak berat tersebut dan aku lempar ke dalam keranjang lagi setelah itu aku tutup dengan beberapa barang. Aman.

Comments

Popular posts from this blog

I'm proud of my students ^_^

Are You Still on Fire?!?