Iya, Dia...

Entah masih bermimpi atau terjaga, dia selalu ada disetiap aku membuka mata. Serasa tak percaya bahwa sekarang hidupku telah berbeda, tak seperti dulu kala. Dia yang sebelumnya memang asing dalam hidupku, dia yang sebelumnya tak pernah ku kenal sejak dulu, tiba-tiba harus masuk dan melengkapi hidupku. Entah bagaimana hal ini bisa terjadi, aku pun tak pernah tahu. Sejak tanggal 12 Oktober kemarin, dialah seorang yang selalu tepat berada disampingku dimanapun aku berada. Setelah ikrar suci yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya terucap, aku merasa bahwa mimpi itu mulai nyata. 

“Masihkah kau merasa bahwa kau sedang bermimpi?” Tanyanya padaku setelah satu minggu dia mengucap ikrar yang sakral. Dengan menatap keadaan sekitar alun-alun kotaku yang asri ini, sembari berjalan santai tanpa menggunakan alas kaki di pagi hari, aku mengangguk memberikan jawaban kepadanya. Masih malu memang untuk mengakui bahwa statusku saat ini adalah sebagai seorang istri. Istri dari seorang yang selalu mencoba membuatku tertawa dan bahagia. Tangannya yang dingin mulai menggenggam tanganku erat, parasnya yang terlihat dingin membuatku merasa nyaman didekatnya. Ku balas genggamannya erat.

Agak lama memang untuk dapat membiasakan diri bersamanya. Maklum saja, hanya sekitar 4 bulan yang lalu kami bertemu dan mencoba memutuskan untuk menjalani hidup bersama. Dengan dan tanpa sadar, keinginan kecil yang diselingi sedikit candaan itu berbuah hingga terucapnya ikrar suci.

“Besok ikut mas ke GunungKidul ya, mas gak bisa e kalo harus jauh.” Ucapnya dengan tatapan mata sedikit berharap. Tatapan matanya memang menyejukkan dan membuatku merasa aman dan tenang.

“Iya, sama.” Kataku sedikit melontarkan senyum.

Benar saja, kami mulai berpetualang mengelilingi dunia berdua. Canda tawa mulai lepas dengan balutan senyum dan tawa hingga mengeluarkan air mata. Dan perlahan, mimpi-mimpi itu mulai terlihat begitu nyata, iya nyata. Aku sadar aku sedang tidak bermimpi dan ini nyata. Aku sadar bahwa sekarang disampingku telah berdiri tegak seorang pemimpin yang akan membimbing dan memimpinku. Aku juga tersadar bahwa sekarang aku tidak sendiri, tak pernah sendiri dalam berbagi suka duka yang kualami.

“Nanti jangan lupa disiapkan semua syarat CPNS sama baju yang mau dipakai.” Katanya sebelum ia berjuang dijalan-Nya untuk mencari ridho-Nya.

“Mas berangkat liputan dulu ya, nanti sore langsung kita ke Jogja naik travel ke Semarang.” Sambungnya sembari mengelus-elus kepalaku.

“Yuhuu, udah adek siapin semuanya.” Jawabku melempar senyum dan mencium tangannya.

Aku tahu dan sadar dia sangat lelah dengan tekanan tugas dan deadline yang ada. Tapi, hanya karena aku, dia relakan semuanya. Sebelum menikah, aku memang mendaftarkan diri untuk mengikuti CPNS yang sedang tenar di tahun ini dan aku harus mengikuti tes di salah satu perguruan tinggi di Semarang. Dan, tanpa terpaksa dia berusaha untuk mengantar dan menemaniku mengikuti tes bergengsi tersebut. Sedih sebenarnya ketika melihat parasnya yang mulai lelah dengan peluh menetes di dahinya.

“Maaf ya, mas jadi harus repot nganter sama nemenin adek ke Semarang.” Kataku setelah sampai di sebuah penginapan cukup besar di dekat TKP.

“Gak apa-apa, adek tuh kayak sama siapa aja ngomong gitu. Yuk istirahat dulu, besok biar bisa fresh pas ngerjain soalnya.” Katanya dengan mata yang mulai sayu.

Pagi harinya, kami mulai meninggalkan penginapan dan berjalan menuju tempat tes. Dengan tas ransel dan satu tas jinjing, dia setia membawanya tanpa satupun keluhan.

“Eh itu, udah pada mau masuk peserta tesnya, adek masuk dulu ya.” Kataku tergesa-gesa tanpa menghiraukannya dan sedikit bingung apa yang harus aku lakukan ketika harus meninggalkannya sendirian di parkir motor dengan dua tas ransel dan satu tas jinjing.

Sesampainya di ruangan tes, aku teringat bahwa aku belum mencium tangannya. Serasa berdosa rasanya belum bisa menjadi istri yang belum bisa sempurna dalam berbakti kepada suami. Rasa pesimis mulai menghantuiku, rasa sedih juga mulai melayang-layang di pikiranku.

“Gimana keadaan mas disana ya? Kepanasan gak ya? Ini kayaknya bakalan lama deh. Haduh, lupa belum cium tangan. Kok pesimis banget ya. Takutnya ngecewain mas kalo aku gagal atau dapet skor jelek. Dia udah relain beberapa berita sama waktu dan tenaganya Cuma buat aku, tapi aku belum bisa bales lebih ke dia.” Batinku mulai bergejolak.

Akhirnya, tes bergengsi yang menggunakan sistem komputer itupun dimulai. Tak lupa selalu ku baca doa dalam hati sebelum mengerjakan tiap soal, sedikit takut jika nilaiku sampai dibawah rata-rata. 90 menit berlalu rasanya begitu cepat, soal-soal sudah selesai aku kerjakan semua dan ku tutup program tes tersebut. Dalam hitungan detik, skor yang aku peroleh keluar, syukurlah, diatas rata-rata semuanya dengan peringkat ke 90an dari 300 kurang peserta tes saat itu. Skor yang aku peroleh juga tak jelek amat.

Setelah selesai semua, aku pun segera keluar dan mencari pendamping hidupku yang telah setia menungguku. Ku cari kesana kemari termasuk di masjid, tak kutemukan. Aku mulai bingung, handphone dan alat lain tak boleh aku bawa masuk keruangan dan memang aku titipkan kepada beliau. Sekilas ketika aku menoleh ke arah tempat parkir yang tadi, aku melihat sesosok laki-laki berkaos biru tua dengan celana jeans dan membawa jaket pink yang tak asing bagiku di tangan kirinya sedang berjalan mencariku. Segera aku berlari mendekatinya dan memanggilnya. Kali ini, aku cium tangannya dan aku tatap wajahnya.

“Maaf ya, udah buat mas nunggu lama.” Kataku sedih.

“Gak apa-apa, selamat ya, nilainya udah lumayan bagus.” Katanya dengan tatapan yang sangat hangat.

“Lho, kok mas bisa tahu?” Tanyaku penasaran sembari berjalan menuju ke masjid, maklum saja, sudah saatnya sholat dzuhur.

“Iya, mas lihat di Tivi gedhe itu yang dipajang samping masjid.” Katanya.

Sedih bercampur senang bercampur rasa tak karu-karuan. Dan, perasaan yang paling aku rasakan saat itu adalah rasa syukur yang tak terbendung. Rasa syukur karena Sang Pemilik Cinta Sejati telah memberiku anugerah terindah yang pernah ku miliki. Anugerah yang sebelumnya tak pernah aku bayangkan. Dia, iya dia.. Dia yang selalu mencoba membuatku tertawa dan bahagia, dia yang selalu mencoba membuatku merasa nyaman dan tenang disampingnya, dia yang selalu ingin memberikan yang terbaik untukku, dia yang tak pernah lelah menghibur dan menemaniku.

Comments

Popular posts from this blog

I'm proud of my students ^_^

Are You Still on Fire?!?